talk


I'm not married, yet I'm living a single parent life.
I'm not married, yet I have a 17 years old girl to raise.
I'm not a mother, yet I have to talk to a brokenhearted daughter.
Even if I'm a brokenhearted daughter too.

Saya tak pernah pandai bicara. Pun tak pernah pandai menulis. Saya tak pandai mengekspresikan diri. Pun tak pandai membaca situasi.

Namun Dia di atas sana selalu menuntut saya untuk mampu, untuk bisa. Bagaimanapun, dalam keadaan apapun.

Akan ada keadaan yang memaksa saya harus bicara, dengan kepandaian seadanya. Harus. Harus, meski saya tak pernah mengerti bahan pembicaraan itu sekalipun. Harus, karena saya beradu cepat dengan sesuatu yang ganas di luar sana. Harus, sebelum semuanya terlambat.

Terlalu banyak hal yang bisa dibicarakan jika menyangkut perempuan dan dunianya. Satu hal yang tidak akan pernah saya mengerti: menjadi perempuan. Masa kecil saya jauh dari Ibu, jauh dari cerita puteri yang mendamba pangeran berkuda, jauh dari cerita anak perempuan yang manis dan bertutur lembut. Yang saya tahu hanyalah seorang anak perempuan dalam dunia baru yang aneh dan terpendam, dipenuhi pepohonan aneka bentuk, telaga aneka warna, dengan kura-kura, ataupun buaya di dalamnya. Yang saya tahu hanyalah cerita anak-anak kecil, perempuan dan laki-laki yang menata sendiri masa depan mereka dengan puing bangunan, pecahan kaca, darah sang kakak, serta memori indah bersama orang tua mereka. Yang saya tahu hanyalah cerita anak-anak, laki-laki dan perempuan, yang bersuara, yang berteriak pada dunia. Yang saya tahu hanyalah cerita sepotong pisang goreng yang dihangatkan cinta ibu untuk menemani bapak minum kopi dalam hujan gerimis.Yang saya tahu hanyalah memainkan layang-layang kecil, berlarian sepanjang hari, memeluk rumput-rumput basah, mengumpulkan serangga, dan mencium wangi udara.
Di ujung hari yang panjang, barulah Ibu datang dan mengajak pulang.

Tapi ini berbeda. Ini remaja. Yang saya hadapi, perempuan muda: energi, emosi, harga diri. Tak perlu terlalu jauh bicara mimpi dan cita-cita. Saya kalah. Berusaha menanam pada tanah kering adalah salah. Memaksakan diri hanya akan membuat hati semakin lelah. Saya bingung. Berpaling pada Ibu, tak akan membantu. Menguji batas yang terlalu jauh pun tak akan menjadi penyelesaian. Menghadapi remaja tak pernah bisa dengan tenaga. Tapi tak juga  kata-kata mampu menembus harga dirinya. Perempuan.

Bukan salah siapa-siapa. Dan saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Saya hanya harus bisa, harus terbiasa. Saya tak pernah menghabiskan waktu untuk bercerita, hanya suka mendengar cerita. Tapi kini saya yang harus bercerita. Menceritakan kisah-kisah yang telanjur ada. Kisah-kisah yang kejam dan nyata. Kejam, karena puteri cantik sempurna tak pernah ada.

Saya harus bicara. Bercerita. Pada si perempuan muda. Yang belum mengenal dirinya sendiri. Yang begitu sarat dengan emosi dan harga diri. Yang baru tumbuh dan sudah ingin berlari. Yang merasa bisa dan ingin menguasai hari.

Saya harus bicara. Bercerita. Sebelum kata-kata dihantam ekspansi industri yang menawarkan kecantikan dunia. Sebelum isi kepala sirna sia-sia terganti krim pelembab, obat jerawat, pil pelangsing, pemutih wajah, dan pewarna rambut.

Saya harus bicara. Bercerita. Tentang kisah pilu gadis-gadis bodoh yang menutup diri dari ilmu. Tentang anak-anak perempuan yang menghabiskan sepanjang usia untuk merayu agar dipuja. Tentang kisah buruk wanita-wanita yang ingin setara dengan menutup hati dan kepala mereka dari ilmu agama.

I'm not perfect, yet I'm trying to work things as better as I can make.
I'm not flawless, yet I'm trying my best to give her flawless, finest things as much as I can give.
 I'm broken, yet I'm trying to fix myself as fast as I can.
I'm upset, yet I'm controlling my anger.
I'm disappointed, yet I'm trying to understand.
That's why I have to talk.

Komentar

Postingan Populer